Anak adalah buah hati, belahan jiwa, perhiasan dunia dan kebanggaan orang tua yang merupakan anugerah, karunia dan nikmat Allah SWT terbesar yang harus dijaga. Maka, kewajiban kedua orang tuanya untuk membimbing dan mendidiknya dari kecil sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan Rasulullah SAW. Tiada simpanan yang paling berharga dan kekayaan yang paling mahal nilainya untuk kehidupan dunia dan akhirat dibandingkan dengan anak yang shalih, apalagi bila dibarengi dengan pendidikan dan bimbingan yang benar
Pada masa-masa pertumbuhan biasanya anak-anak melakukan berbagai aktivitas yang dianggap menarik bagi dirinya, seperti contohnya bermain khayalan, dengan berbicara pada boneka seakan-akan boneka itu adalah benda hidup yang dianggap sebagai temannya,atau berfantasi sebagai superhero, dan lain sebagainya.
Ada sebagian orang khawatir bila anak mereka suka berkhayal,mereka menuduh anak mereka berbohong atau “gila” kalu si kecil membawa berbagai cerita yang tidak masuk akal bagi orang biasa.Ketakutan ini berlebihan,demikian Psikolog Diana Mardiah Hayati dari Universitas Indonesia di Jakarta.”Atau ketika dia merasa tersudut oleh teman-temannya maka dia akan mencari cara untuk memperkuat dirinya, misalnya dengan menciptakantokoh tertentu.Banyak kita lihat anak-anak yang sering berpura-pura sebagai seorang super hero yang pemberani, dan dia mirip dengan tokoh tersebut, ”papar Diana.
Sebenarnya aktivitas berkhayal adalah hal yang lazim dilakukan oleh anak-anak dan berdampak positif bagi perkembangan psikologinya.Menurut psikolog sekaligus dosen Kampus Tercinta IISIP Jakarta Drs.Widyastuti Yulianto,M.Si bahwa, “anak-anak melakukan aktifitas berkhayal bertujuan untuk mengeksplorasi dunianya,ketika si anak butuh mengungkapkan pendapat sementara tidak ada orang disekitarnya atau tidak ada yang mendengarkan, maka dia ”lari” kedalam dunianya sendiri. Sebenarnya ini tidak boleh terus menerus berkembang tapi harus diwaspadai,karena ketika si anak sedang berkhayal atau mengeksplor khayalannya tapi tidak ada teman atau orang disekitarnya. Sebaiknya orang tua memberikan fasilitas atau lingkungan yang mendukung perkembangan otak kiri maupun otak kanannya. Berdasarkan temuan dalam bidang sains otak diketahui bahwa otak berpikir manusia terbagi atas belahan otak kiri dan kanan. Masing-masing belahan memiliki kemampuan yang berbeda dan saling melengkapi.
Mirip seperti tangan kita ada kiri dan ada kanan. Ada sebagian orang yang lebih dominan menggunakan kiri atau yang sering disebut sebagai anak kidal, ada yang dominan kanan tapi ada juga yang seimbang. Otak juga sama dengan tangan dalam proses bekerjanya dia selalu bersama-sama saling melengkapi, hanya tetap saja ada yang sedikit lebih dominan dari lainnya. Persis seperti tangan kita.
Karena selama ini yang kita ketahui hanya kemampuan dan sifat-sifat otak kiri, maka standar ke normalan berpikir seorang anakpun didasarkan pada cara bekerjanya otak kiri.
Sebelum para ilmuan otak menemukan ini kira-kira 20 tahun yang lalu, maka anak-anak yang cenderung dominan otak kanan sering dikategorikan bermasalah. Padahal sesungguhnya mereka bukan bermasalah melainkan memiliki sifat-sifat yang lebih di dominasi otak kananya.Sebagai contoh anak yang sering menggunakan otak kanannya cenderung suka berimajinasi dan berkhayal.
Menurut Widyastuti orang tua harus cepat menyadarkan anaknya dari dunia khayal,bahwa dia berada dalam dunia nyata,dan dunia nyata tidak semanis dan selalu menyenangkan dibanding dengan dunia khayalnya,dan menyadarkan si anak mana realitas sesungguhnya dan mana realitas buatan,sehingga pola pikirnya tidak terhambat.Perlu dicermati lagi oleh orangtua bahwa ketika si anak sedang berkhayal apakah dia masih bisa berkomunikasi dengan kita dan melakukan kontak mata?Artinya apakah si anak mampu berinteraksi ketika ada rangsangan dari lawan bicara? Karena jika tidak,dikhawatirkan si anak mengalami penyakit autis.
Menurut buku Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders-Fourth Edition (DSM-IV), gangguan autis dapat ditandai dengan tiga gejala utama, yaitu gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi, dan gangguan perilaku. Gangguan perilaku dapat berupa kurangnya interaksi sosial, penghindaran kontak mata, serta kesulitan dalam bahasa.
“Jika terjadi kelainan perilaku pada anak, sebaiknya langsung dikonsultasikan ke dokter dan psikolog. Hal tersebut bertujuan agar secepatnya dapat memberikan tindakan pengobatan atau latihan khusus sejak dini terhadap anak yang mengalami keadaan tersebut”.ungkap Widyastuti.
Semua orangtua mendambakan anak-anaknya menjadi anak yang shalih, berakidah yang lurus, dan berakhlak mulia,sehat jasmani dan rohaninya. Aktifitas berkhayal bagi anak-anak adalah sesuatu yang wajar dimana dia bisa mengeksploitasi fantasi mereka dalam bermain, tapi sebagai orang tua yang baik hendaknya tetap mengawasi batasan-batasan wajar dalam setiap aktivitas anka-anak mereka. Tapi ada suatu hal penting yang tidak boleh ditinggalkan dalam mendidik generasi rabbani serta dalam segala urusan yang lain yaitu berdoa, karena hanya Allah-lah yang memberi taufik dan hidayah kepada siapa yang dikehendakiNya. (Vto)